Siapa KPPI?
Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia merupakan organisasi massa yang otonom yang didirikan 5 Juli 2020 berkedudukan di tingkat nasional dengan kepengurusan di tingkat Provinsi dan Kabupaten. Sebagai organisasi massa dan gerakan berbasis perempuan pesisir, KPPI memiliki struktur organisasi yang beragam dari tingkat Dasa Wisma, RT, desa, kecamatan, kabupaten/Kota, provinsi dan nasional.
ReadMore..
KPPI dibentuk dan menjadi bagian dari Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) untuk memperjuangkan hak-hak, keadilan, kesejahteraan dan kedaulatan perempuan nelayan serta keberlanjutan ruang hidupnya.
KPPI percaya perempuan dan laki-laki harus bekerjasama secara adil dan setara dalam:
- Memperjuangkan kebijakan yang menjamin kesejahteraan Perempuan Pesisir dan anggota Keluarganya.
- Mewujudkan keadilan gender, keadilan sosial, budaya, ekonomi, politik serta keadilan ekologi khususnya kelautan dan pesisir.
- Mengerakkan kekuatan social, budaya, ekonomi, politik, dalam melakukan perlindungan atas peran-peran perempuan khusunya dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan, yang adil dan berkelanjutan
Sejarah KPPI
Di Indonesia, hanya nelayan laki-laki yang diakui keberadaannya oleh negara. Sistem patriarki di di negeri ini telah melahirkan kebijakan negara yang menghilangkan eksistensi perempuan nelayan. Eksistensi dan ruang hidup Nelayan didefinisikan secara sempit, seperti yang tercantum pada Undang Undang (UU) No.17 Tahun 2016 tentang Nelayan. Kerja-kerja nelayan hanya sebatas wilayah tengah laut, sehingga membentuk identitas yang bias laki-laki.
UU ini juga menyempitkan ruang hidup perempuan nelayan sebatas wilayah perairan laut, sementara perempuan nelayan memiliki rentang ruang hidup dan kegiatan di sekitar perairan yang lebih luas, kawasan pesisir, seperti nelayan merangkak, pengolahan ikan, buruh angkut, dan petambak garam. Akibatnya pengurus negara rabun mengenali permasalahan, kebutuhan dan kepentingan perempuan pesisir dan nelayan. Lebih lanjut, perempuan tak banyak dilibatkan dalam perencanaan program dan kegiatan, perumusan target penerima manfaat program pembangunan. Ini juga berakibat tidak tersedianya data terpilah jumlah perempuan nelayan dan laki-laki. Kehidupan perempuan nelayan dan pesisir mengalami diskriminasi dan pengabaian atas hak-haknya sebagai warga Negara, seperti pengalaman perempuan nelayan berikut:
ReadMore..
- Persoalan-persoalan yang dihadapi oleh perempuan nelayan pesisir seperti masalah kesehatan dan lingkungan yang berkaitan dengan akses terhadap air bersih, sanitasi yang buruk dan pengolahan limbah, ketiadaan pusat pelayanan kesehatan yang pada gilirannya menambah beban kerja bagi perawatan kesehatan anggota keluarga, pun layanan kesehatan reproduksi perempuan. (Jihan, KPPI Surabaya).
- Rendahnya pendidikan perempuan pesisir dan nelayan mengakibatkan sulit mengakses informasi, sehingga rentan menjadi korban eksploitasi seksual, KDRT, pernikahan dini, kekerasan terhadap anak di lingkungannya (24 februari 2021,KPPI Semarang, Jateng).
- Kurangnya dukungan untuk permodalan, peningkatan kualitas produksi dan kemasan serta akses pemasaran hasil produksi membuat perempuan nelayan terbatas dalam mengembangkan usaha ekonomi terbatas (13 juanuari 2021, KPPI lombok Timur)
- Ketersediaan BBM untuk menjalankan mesin kapal dan kebutuhan sistem penangkapan ikan lainnya adalah problem yang besar. Oleh karena itu ketidak tepatan subsidi BBM akan membebani keluarga nelayan. (29 september 2021, baku dapa ,KPPI Surabaya )
Selama ini anggota-anggota KNTI telah melakukan pengorganisasian perempuan nelayan. Dari persoalan yang dihadapi perempuan pesisir dan nelayan diatas, KNTI berinisiatif mendorong dan memfasilitasi terbentuknya KPPI melalui diskusi group dengan perempuan-perempuan pesisir dari Perwakilan perempuan nelayan meliputi provinsi Nusa Tenggara Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Aceh berkumpul mendiskusikan pengalaman mereka dan tantangan di wilayah masing-masing serta berbagi solusi. Pertemuan ini melahirkan kesamaan tekad untuk membentuk wadah khusus perempuan nelayan dengan nama Kesatuan Perempuan Pesisir Indonesia (KPPI).
Kata Perempuan pesisir dipilih karena jangkauan profesi yang lebih luas perempuan nelayan dan tidak hanya karena sebutan melekat sebagai istri nelayan, melainkan sebagai perempuan yang bekerja menjadi penangkap, pengolah dan pemasar produk yang diambil maupun dibudidayakan dari laut dan pesisir serta kerja-kerja yang mendukung profesi nelayan di lingkungan pesisir. KPPI menunjukkan peran penting perempuan dalam pengelolaan sistem perekonomian keluarga nelayan dan agen perubahan yang memperjuangkan hak-hak perempuan, keadilan gender dan keadilan lingkungan.
Pada tahun 2021 KPPI telah berdiri 5 Provinsi (Nusa Tenggara Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Jawa Barat dan Jawa Tengah). Dari 5 provinsi yang telah terbentuk tentunya membutuhkan cukup energi untuk melakukan penguatan secara organisasi baik di internal maupun external dan menjadi cita-cita bersama ke depan KPPI-KPPI akan membumi dan meluas di beberapa provinsi yang ada di Indonesia